“Andai waktu berhenti”, pikirku dalam benak. Mulailah aku menghujat sang waktu karena tak pernah memihakku. Semua ini terjadi bagaikan mimpi yang tak pasti. Mimpi itu menjadi nyata dan berubah menjadi hamparan kisah yang nyata.
Yah, sehari penuh aku lewati dengan melamun. Sempat terpikir olehku bayangan masa laluku yang dulu bahagia tanpa halangan menerpa, tetapi kini menjadi hamparan yang sesak buana. Sekarang semua sepertinya berakhir untukku. Aku terdiam disudut kamar. Terlirik secarik kertas penuh noda dengan api yang menyala-nyala yang membakar di dada. Perasaan pilu, muak, sedih, rasanya bercampur menjadi satu tak karuan.
Ketika aku melihat secarik kertas itu, hatiku terkikis, hingga tak terasa air mata pun menetes. Betapa bodohnya saya, seandainya saja nilai saya lebih baik, di sisi lain, saya begitu marah dengan guru saya yang memberi nilai mengapa tidak adil. Selalu begitu dan begitu ketika saya merenung. Antara pro dan kontra tidak ada yang mau mengalah.
Sejenak aku baringkan tubuhku yang lemah dan lemas akibat tak nafsu makan. Tiba-tiba dari pintu, muncul sosok wanita yang selalu menghiburku dalam duka, ibuku. Wajahnya pilu seakan penuh salah ketika melihatku. Dan aku balas dengan sedikit senyuman tak hangat dariku, lalu beliau duduk disampingku.
Dengan nafas panjang, ibuku berkata “,Nak, tak perlu kau sesali nilai itu. Nilai itu hanya sebuah simbol, apakah kau pahami apa yang diajarkan oleh gurumu, jangan pula kau sesali akan kejujuranmu karena ibu yakin bahwa Tuhan akan membalas sesuai dengan apa yang kamu kerjakan”.
Tak terasa air mata mengucur dengan deras. Lalu aku peluk dengan erat ibuku. “Ibu maafkan anakmu ini, mengapa anakmu tidak pernah membahagiakanmu, maafkan aku ibu seandainya saja Tuhan mau menghentikan waktu akan aku ulangi masa jayaku waktu itu, aku selalu masuk tiga besar, tapi kini, maafkan aku ibu”, aku berkata terbata-bata dan meneruskan tangisku dalam pelukan ibu.
Ibu hanya tersenyum hangat dan berkata “, Nak, kau seharusnya mensyukuri apa yang diberikan oleh Tuhanmu, tak perlu kau sesali, tak perlu kau hujat lagi. Karena suatu saat Tuhanmu akan memberi kejutan yang sangat besar untukkmu, yang sabar dan tetap tawakal, ya. Ibu yakin suatu saat nanti mimpimu akan tercapai.”
“Lalu bagaimana dengan guru yang tidak adil padaku, ibu?, apakah anakmu ini salah lahir ditempat ini?, apakah anakmu ini anak yang pantas untuk nilai yang tinggi, ibu?”, tangkasku.
Ibu hanya mengelus-elus rambutku yang pendek ini, sambil berkata “, Berarti kamu belum belajar tekun, yang rajin dong, Ra”, kata ibuku. “ Tapi..tapi ibu”, sahutku. “Kalau gurumu ada yang tidak adil, yang penting kamu tetap sabar dan berusaha, ibu yakin suatu saat nanti gurumu itu akan dibalas oleh Tuhan. Yakinlah Tuhan itu Maha Adil apa yang kamu usahakan pasti akan mendapat balasan yang setimpal, kalau gurumu itu pasti juga akan mendapat balasan yang setimpal entah itu esok atau bahkan sekarang. Ibu juga yakin kamu bisa, semua manusia yang diciptakan Tuhan itu semua pintar hanya tinggal mengolahnya, lalu kamu itu berguna, kalau kamu tidak berguna sudah kena seleksi alam dong”.
Aku hanya tertawa melihat tingkah ibuku. “Ayo makan dulu, nanti sakit lo”, bujuk ibuku. Aku hanya mengangguk dan bangkit dari tempat tidurku, sejenak aku pandangi langit di jendela kamarku dan berkata “, Walau aku tahu aku tak dapat menghentikan waktu, tapi yang bisa aku lakukan hanya mengubah jalannya waktu, yaitu dengan merubah jalan hidupku kembali ke lembaran yang awal serta menghapus semua kenangan buruk itu menjadi sebuah guru terbaik dan terbagus, yaitu pengalaman untuk masa depanku mendatang”. “Ira…”, seru ibuku. “Iya bu, aku datang”, jawabku dengan penuh senyuman yang kini penuh akan makna.
Nama : Almira Rianingjaah D.
Sekolah : SMA 1 Sleman
0 komentar:
Posting Komentar